Wawasan aktor agar pementasan berkesan?
Seni
Haqiqi19
Pertanyaan
Wawasan aktor agar pementasan berkesan?
1 Jawaban
-
1. Jawaban salsabilarahmadina
yang perlu diperhatikan aktor adalah mengenai wawasan verbal, wawasan emosional, wawasan intelektual, dan terakhir wawasan fisikal. Keempat wawasan ini merupakan dasar-dasar akting.
1. Wawasan Verbal. Telah kita katakan, drama adalah genus sastra. Maka akting dengan sendirinya diikat pada wasilah-wasilah sastra, pada kata-kata, pada wawasan verbal. Yang diharapkan, bagaimana aktor mencoba setia pada kata. Tentu saja ini telah menjadi masalah paling rumit selama ini. Aktor selalu bergantung pada inten pengarang. Sastra jadi seperti tembok. Dihancurkan, tetapi tak pernah porak-poranda. Malah tetap berdiri. Dan itu artinya kedudukan pengarang tetap berdaulat. Aktorlah yang harus memberikan penafsiran hidup pada kedaulatan pengarang itu. Tanpa aktor, naskah takkan mampu bicara, merumuskan pikiran-pikiran pengarang. Peter Brook tepat mengatakan, “Jika Anda biarkan sebuah lakon bicara sendiri ia tak akan bersuara apa-apa”.
Adapun wawasan verbal, ketaatan aktor pada sastra, dapat kita sorot pada dua wasilah, antara yang bersifat epik, dan yang bersifat lirik, keduanya timbal balik.
a. Wasilah lirik. Disini aktor berada di dalam.
b. Wasilah epik. Disini aktor berada di luar.
2. Wawasan emosional. Dulunya orang luput terhadap pelik emosi. Setelah zaman David Garrick kita lihat mulai terbecik secara runtun hal-hal emosi. Lebih jauh, kita temui penguasaan emosi pada realisme. Emosi dikuasai, diseleksi dalam suatu wadah ingatan, disusun kembali dalam akting seperti rangkaian mimpi. Proses ini sebangun dengan asas pendalaman tentang membebaskan hati terhadap masuknya perasaan untuk bahan-bahan ilham.
Untuk itu, kepekaan seseorang berbeda antara yang satu dengan yang lainnya. Yang kita periksa disini, kepekaan sumber ilham yang terdiri dari dua tataan yang bertautan, yaitu, kepekaan yang rendah dan kepekaan yang tinggi.
a. Kepekaan rendah. Masuk dalam bilangan ini perasaan-perasaan indra dan naluri.
b. Kepekaan tinggi. Ini mencakup perasaan-perasaan etis, estetis, theologies, intelektual.
3. Wawasan intelektual. Teater disini bukan saja seni, tetapi ia sepenuhnya ilmu yang sangat kompleks. Segala bentuk kebudayaan kita temui dalam teater. Dari teknologi kita berhadapan dengan arsitektur gedung, peralatan listrik pada lampu, atau jika perlu efek bunyi. Dari ekonomi kita berhadapan dengan system manajemen pertunjukkan, bagaimana menjual karcis, promosi dan harus laku. Kemudian akting berpapas pada pesikologi, sosiologi, sejarah, filsafat dan seterusnya. Maka wawasan intelektual sifatnya analistis. Artinya, perkara intelektual, jabaran atasnya bisa teoritis, bisa juga praktis.
a. Jabaran teoritis. Yang didambakan disini adalah bagaimana kecerdasan mencipta itu terselenggara dalam diri.
b. Jabaran praktis. Dambaan teoritis tadi kini bersifat eksekutif, yakni cara melakukan sesuatu dengan cerdas.
4. Wawasan fisikal. Akting diperhintungkan dengan semangat dalam gerak-gerak visual, terutama bagian luar perasaan emosi. Tubuh secara luar adalah peraga yang menentukan gambar-gambar hidup. Ini ada untungnya buat teater-teater baru yang bermain dalam udara tersingkap. Penonton ditempat yang jauh dari pemain. Dengan begitu, mereka tak bisa menikmati mimik yang tampil diwajah akibat suasana kalbu. Sebagaimana gantinya, olah tubuh yang lentur diperbanyak frekuensinya. Tubuh berbicara secara lahir.
Setelah zaman realisme, ketika orang menghendaki suatu bahasa kalbu yang dalam, boleh jadi akting fisikal ini dianggap kasar. Namun, dalam perkembangan sekarang nampak adanya trend yang hendak berjaya dengan wawasan fisikal, perwujudan akting dengan titik-berat jasmani. Ini berawal pada teater penemuan Artaud, Teater Kekejaman (Theatre de la Cruaute). Yang dijayakan Artaud, oleh jasmani lewat gesture-gestur. Kata Artaud tersendiri, “Gestur adalah satu-satunya bahasa yang paling benar”. Dan memang benar, gestur dalam teater Artaud jadi nyaris liar dan sangar karena gestur disana digerakkan secara magis.
Kini, modus teater kontemporer banyak diwarnai oleh gerak-gerak fisikal Artaud. Malahan segi verbal cenderung dihilangkan begitu saja, sehingga yang dinamakan wawancang, walaupun asalnya dari sebuah naskah, sengaja muncrat bertubi-tubi macam nyanyian kodok.